Jumat, 24 Maret 2017

Training Need Analysis (TNA)

Training Need Analysis

           
   Dalam dunia kerja tentunya kita sudah tidak asing lagi mendengar kata pelatihan dan pengembangan. Pelatihan adalah suatu kegiatan yang direncanakan perusahaan/institusi untuk memfasilitasi proses belajar karyawan untuk mencapai kompetensi dalam pekerjaannya (Noe, dalam Yuwono dkk, 2005). Sedangkan menurut Sikula (dalam Munandar, 2001) pelatihan (training) adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja non-manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Sama halnya dengan perkembangan yang merupakan proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum (Sikula, dalam Munandar, 2001). Selain itu, pengembangan meliputi elemen dari pelajaran yang direncanakan, pengalaman dan  didukung oleh fasilitas coaching dan konseling (Armstrong, dalam Yuwono dkk, 2005).

Pelatihan maupun pengembangan merupakan hal yang penting bagi perusahaan untuk meningkatkan soft skill dan hard skill karyawan guna untuk masa depan perusahaan. Hal ini tentunya memerlukan proses perencanaan program pelatihan atau pengembangan yang baik agar hasil yang dicapai maksimal. Adapun tahap-tahap proses pelatihan atau pengembangan yang harus dilakukan menurut Munandar (2001), yaitu :
1.      Identifikasi kebutuhan pelatihan atau job study
2.      Penetapan sasaran pelatihan/pengembangan
3.      Penetapan kriteria dengan alat-alat ukurnya
4.      Penetapan metode pelatihan/pengembangan
5.      Percobaan dan revisi
6.      Implementasi dan evaluasi

Tahap-tahap proses program pelatihan dan pengembangan menurut Edwin A. Locke (2009), yaitu :

1.      Training Need Analysis (TNA) 

       Training Need Analysis (TNA) adalah program kegiatan dalam menganalisa kebutuhan pelatihan, baik dilakukan untuk individu maupun kelompok (Munandar, 2001). Analisa kebutuhan pelatihan (Training Need Analysis) dapat menjadi fase yang paling penting pada desain pelatihan, karena keberhasilannya tergantung pada kolaborasi yang intensif antara partnership dan stakeholder. Biaya dari partnership ini adalah untuk memperjelas tujuan pelatihan, menerangi konteks organisasi, mendefinisikan kinerja yang efektif dan trainer-nya, dan menumbuhkan iklim belajar. Kegiatan penting yang dilakukan selama fase Training Need Analysis (TNA) menurut Edwin A. Locke (2009), yaitu :
a.       Conducting training due diligence (melakukan pelatihan  kerajinan yang tepat)
b.  Defining performance functions and processes (mendefinisikan fungsi kinerja serta prosesnya)
c.       Defining affective and cognitive states (mendefinisikan afektif dan bagian-bagian kognitif)
d.      Defining an attribute model (mendefinisikan model atribut)
e.       Delineating learning objectives (menggambarkan tujuan  pembelajaran)

2.      Develop Training Content (mengembangkan konten pelatihan)

Tahap merancang solusi pelatihan yang melibatkan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendukung pengembangan konten (isi) pelatihan. Yang termasuk kedalam tahap ini yaitu :
(a)      Designing a learning architecture (merancang kerangka pembelajaran)
(b)      Creating instructional experiences (menciptakan pengalaman pembelajaran)
(c)      Developing assessment tools (mengembangkan alat penilaian)

3.      Implement Training (mengaplikasikan program pelatihan)

Tahap ini merupakan tahap penting karen implementasi adalah kunci dalam proses pelatihan. Tahap ini terikat erat dengan sistem organisasi di mana pelatihan dilakukan. Lebih khusus lagi, ada tiga kegiatan utama yang terkait dengan pelaksanaan pelatihan, yaitu :
a.       Setting the stage for learning (menetapkan lokasi untuk belajar)
b.      Delivering a blended learning solution (memberikan solusi paduan pembelajaran)
c.       Supporting transfer and maintenance (mendukung pengalihan dan pemeliharaan)

4.      Evaluating Training (evaluasi Pelatihan)

Tahap terakhir dalam merancang pelatihan yang sistematis dan melibatkan evaluasi apakah pelatihan itu efektif dan yang lebih penting mengapa hal itu efektif atau tidak efektif sehingga perbaikan diperlukan sebuah perbaikan. Sayangnya, banyak organisasi tidak mengevaluasi efektivitas pelatihan karena evaluasi membutuhkan dana yang besar. Hal ini juga membutuhkan keahlian khusus dan orang-orang yang dapat mengumpulkan dan menafsirkan data dari kinerja karyawan. Oleh karena itu, sangat penting bagi sebuah organisasi untuk menilai efektivitas pelatihan dan menggunakan informasi yang dikumpulkan sebagai sarana untuk memperbaiki desain pelatihan guna kebutuhan dimasa yang akan datang.


Referensi

Ino Yuwono, Fendy Suhariadi, Seger Handoyo, Fajrianthi, Budi Setiawan Muhamad, Berlian Gressy Septarini, 2005. Psikologi Industri & Organisasi.  Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

Locke, E. (Ed.). (2009). Handbook of principles of organizational behavior: Indispensable knowledge for evidence-based management. John Wiley & Sons.

Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press)


0 komentar:

Posting Komentar