Kamis, 09 Maret 2017

Dinamika Kelompok dan Team Building dalam Industri Organisasi

Dinamika Kelompok dan Team Building


1. Interaksi dalam Kelompok Kerja
   
   Organisasi industri terdiri dari sejumlah kelompok kerja yang saling berkaitan dalam suatu tata tingkat tertentu. Setiap kelompok kerja terdiri dari sejumlah tenaga kerja yang saling mempengaruhi dan saling tergantung. Namun derajat pengaruh dan ketergantungan antar tenaga kerja tidaklah selalu sama yang merupakan hubungan ketergantungan yang seimbang dan tidak seimbang. Dalam organisasi industri dapat dijumpai kelompok kerja dengan derajat intensitas interaksi antar anggota kelompok yang berbeda. Menurut Fiedler (1967, dalam Munandar, 2001), memberikan tipologi kelompok berdasarkan sifat dan intensitas interaksi, yaitu :
a.       Kelompok Interaksi (interacting groups)
Kelompok ini memiliki anggota yang saling tergantung serta aksi atau tindakannya perlu dikerjakan dan disusun bersama untuk dapat menyelesaikan tugas kelompok dengan baik. Kelompok ini memerlukan kooperasi dan koordinasi dari kegiatan para anggotanya dalam pelaksanaan tugas kelompok agar tercapai sasaran kelompok.
b.      Kelompok Koaksi (co-acting groups)
Anggota kelompok ini bekerjasama melaksanakan tugas kelompok dan dalam melaksanakan pekerjaan relatif mandiri atau tidak saling tergantung.
c.       Kelompok Konteraksi (counteracting groups)
Anggota kelompok ini bekerjasama untuk tujuan perundingan dan memufakatkan sasaran serta tuntutan bertentangan. Unjuk kerja (performance) kelompok ini diukur berdasarkan penerimaan jawaban atau penyelesaian para anggota kelompok.

1.1 Gejala dalam Proses Kelompok

    Penjelasan mengenai gejala yang timbul dalam proses kelompok dan proses interaksi antar anggota kelompok, yaitu : (a) Fungsi sebagai penimbul gagasan baru dan penyelesaian kreatif, (b) Mekanisme pemecahan masalah, dan (c) Pelancar pelaksanaan keputusan majemuk. Ketiga hal tersebut menjadi dasar pandangan Leavitt (1988, dalam Munandar, 2001) yang memberikan penjelasan tentang proses manajemen dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
a.       Tahap pemanduan (Pathfinding)
Pemanduan atau penemukenalan tujuan dengan penciptaan masalah-masalah yang menarik. Tahap ini berkaitan dengan visi dan nilai – nilai serta pemantapan pribadi berdasarkan data perusahaan dan lingkungan mengenai keyakinan yang benar, baik dan indah.
b.      Tahap Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dilakukan oleh kelompok kerja. Dalam pekerjaan masalah harus ditemukan dan diseleksi untuk diselesaikan sendiri atau kelompok. Tahap ini dapat dilakukan melalui tiga langkah, yaitu : 1. Data masalah tidak lengkap, 2. Pemecahan  berdasarkan informasi terbatas untuk penyelesaiannya, 3. Sesuai dead line.
c.       Tahap Pelaksanaan (Implementing)
Tahap ini mencakup kegiatan membentuk, menyusun, menjual dan membuat sesuatu terjadi. 

Fungsi kelompok ikut menentukan kelancaran berlangsungnya proses kelompok disamping ciri-ciri kepribadian para anggota kelompoknya. Dalam proses kelompok yang antaranggota kelompok kerja saling berinteraksi dan kelompok melaksanakan fungsinya dapat menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut :
a.       Konformisme
Anggota kelompok berusaha untuk berperilaku sesuai norma dan tidak berbeda dengan anggota lain tanpa disadari sesuai pola perilaku tertentu dalam jangka waktu yang panjang.
b.      Kelekatan (cohesiveness)
Tinggi rendahnya kesepakatan anggota terhadap sasaran kelompok serta derajat saling menerima anggota kelompok lainnya.
c.       Sinergi
Keputusan yang diambil oleh kelompok lebih baik daripada keputusan yang diambil oleh anggota kelompok sendiri.
d.      Groupthink
Satu gejala yang merupakan kelemahan dari kelompok yang terlalu lekat yang mengakibatkan kecakapan pengambilan keputusan mendadak berkurang.
e.       Polarisasi Kelompok (Group Polarization)
Penggeseran keputusan menuju kearah yang ekstrim dengan resiko keputusan yang sangat tinggi resikonya atau keputusan yang sangat rendah derajat resikonya.

2. Interaksi Antar Kelompok

    Perbedaan tugas, fungsi dan kepentingan dalam kelompok kerja, maka akan menimbulkan konflik antar kelompok yang merupakan sesuatu yang wajar untuk timbul sehingga memerlukan pengelolaan dan pemanfaatan seluruh organisasi. Adapun dampak yang ditimbulkan akibat dua kelompok yang bersaing, yaitu :
a.       Saingan atau Konflik Antar Kelompok
Setiap kelompok lebih menutup diri dan membangkitkan loyalitas yang lebih besar serta anggota makin akrab dan melupakan pertentangan  antar mereka.
b.      Hal yang Terjadi Antara Kelompok yang Bersaing
Setiap kelompok mengalami gangguan dalam persepsi, kelompok cenderung melihat hal baik dan mengingkari kelemahan kelompok sendiri serta melihat hal buruk dan mengingkari kekuatan kelompok lain.
c.       Hal yang Terjadi dengan Kelompok yang Menang
Pemenang cenderung ke kerjasama anggota dan perhatian terhadap kebutuhan anggotanya tinggi serta berkurangnya perhatian kepada pelaksanaan tugas dan kerja.
d.      Hal yang Terjadi dengan Kelompok yang Kalah
Kelompok akan cenderung mengarah kepada kerjasama anggota yang rendah, perhatian terhadap kebutuhan anggotanya kecil, perhatian tinggi untuk memperbaiki diri, serta  membalas kekalahan dengan bekerja keras agar pada kesempatan lain menang.

2.1 Teknik-teknik Mengurangi Akibat Negatif dari Saingan
     
     Strategi dasar dari pengurangan konflik yaitu untuk menemukan tujuan bersama dan melancarkan proses komunikasi antar kelompok. Schein (1980, dalam Munandar, 2001) mengemukakan teknik-teknik untuk mengatasi konflik yang antar teknik tersebut dapat digunakan sendiri atau kombinasi antar teknik secara bersama-sama. Berikut teknik yang dikemukakan oleh Schein (1980, dalam Munandar, 2001) :
a.       Menemukn Musuh Bersama
b.      Pimpinan atau Subkelompok dari Kelompok-kelompok yang Bersaing dibawa Berinteraksi
c.       Menentukan Tujuan yang Mencakup (Superordinate)
d.  Pelatihan Antar Kelompok melalui Penghayatatan-penghayatan (Experiental Inter Group Training)

2.2 Dimensi Intensi Menyelesaikan Konflik
   
   Intensi menyelesaikan konflik dapat dikelompokkan kedalam lima cara yang diperoleh berdasarkan dua dimensi (Robbins, 1998 dari Thomas, 1992), yaitu sebagi berikut:
a.  Bersaing (Competing) : Hasrat untuk memuaskan kepentingan sendiri tanpa memperhatikan dampak terhadap pihak lawan konflik (assetiveness tinggi, cooperativeness rendah). Situasi ini dinamakan menang-kalah (win – lose).   
b.  Bekerjasama (Collaborating) : Masing-masing pihak yang berkonflik memilki hasrat untuk memuaskan kepentingan pihaknya (assertiveness dan cooperativeness  tinggi). Situasi ini dinamakan menang-menang (win – win).
c.  Berkompromi (Compromising) : Masing - masing pihak yang berkonflik bersedia untuk mengorbankan sesuatu (assetiveness dan cooperativeness sedang tingginya). Situasi ini dinamakan kalah-kalah (lose – lose).
d.   Menghindar (Avoiding) : Hasrat untuk mengundurkan diri dari situasi konflik dan tidak mau bersengketa atau berkonflik (assertiveness dan cooperativeness rendah).
e.       Menyesuaikan (Accomodating) : Salah satu pihak yang berkonflik meletakkan kepentingan pihak lain lebih tinggi dari kepentingannya (assertiveness rendah, cooperativeness tinggi). Situasi ini dinamakan mengalah atau memenangkan pihak lawan.

2.3 Teknik Penyelesaian Konflik

    Teknik penyelesaian masalah yang dikemukakan oleh Robbins (1998) menitikberatkan pada teknik penyelesaian masalah yang menggambarkan situasi menang-menang (win - win) dan tidak ada pihak dalam persaingan yang menang. Selain teknik-teknik penyelesaian konflik diatas, Robbins (1998) mengemukakan kembali teknik penyelesaian konflik yang lebih bersifat situasi menang-menang (win - win).
a.       Teknik Problem Solving
b.      Teknik Pengadaan Sumber yang Lebih Banyak
c.       Teknik Pelunakan (Smoothing)
d.      Teknik Perintah Otoritatif
e.       Teknik Mengubah Variabel Manusia
f.       Teknik Mengubah Variabel Struktural

2.4 Membangun Tim yang Efektif (Effective Team Building)

   Adapun aturan-aturan dalam membangun tim yang efektif (effective team building), sebagai berikut :
a.        Para anggota sebaiknya menganggap partisipasi itu penting dan bermanfaat secara pribadi.
b.    Kelompok seharusnya mencakup sejumlah orang yang akan bertanggung jawab melaksanakan keputusan - keputusannya.
c.    Para anggota sebaiknya memiliki pengetahuan dan informasi yang relevan dengan keputusan yang akan diambil.
d.      Para anggota sebaiknya memiliki kekuasaan yang memadai untuk melaksanakan tanggung jawab departemennya masing-masing.
e.   Keputusan kelompok besar sebaiknya diintegrasikan dengan keputusan kelompok-kelompok kecil.
f.       Pengaruh anggota terhadap pengambilan keputusan sebaiknya didasarkan atas keahlian.
g.      Pertentangan seharusnya dipertemukan dan diselesaikan dengan pendekatan pemecahan masalah.
h.      Para anggota sebaiknya memiliki kecakapan hubungan antar pribadi yang memadai.


Referensi

Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).

Stephen P. Robbins. 2003. Essential of Organization Behavior, 7 th Edition (Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall).




0 komentar:

Posting Komentar