Dinamika
Kelompok dan Team Building
1. Interaksi
dalam Kelompok Kerja
Organisasi
industri terdiri dari sejumlah kelompok kerja yang saling berkaitan dalam suatu
tata tingkat tertentu. Setiap kelompok kerja terdiri dari sejumlah tenaga kerja
yang saling mempengaruhi dan saling tergantung. Namun derajat pengaruh dan
ketergantungan antar tenaga kerja tidaklah selalu sama yang merupakan hubungan
ketergantungan yang seimbang dan tidak seimbang. Dalam organisasi industri
dapat dijumpai kelompok kerja dengan derajat intensitas interaksi antar anggota
kelompok yang berbeda. Menurut Fiedler (1967, dalam Munandar, 2001), memberikan
tipologi kelompok berdasarkan sifat dan intensitas interaksi, yaitu :
a. Kelompok
Interaksi (interacting groups)
Kelompok ini memiliki
anggota yang saling tergantung serta aksi atau tindakannya perlu dikerjakan dan
disusun bersama untuk dapat menyelesaikan tugas kelompok dengan baik. Kelompok ini
memerlukan kooperasi dan koordinasi dari kegiatan para anggotanya dalam
pelaksanaan tugas kelompok agar tercapai sasaran kelompok.
b. Kelompok
Koaksi (co-acting groups)
Anggota kelompok ini bekerjasama melaksanakan tugas kelompok dan dalam melaksanakan pekerjaan relatif mandiri atau tidak saling tergantung.
c. Kelompok
Konteraksi (counteracting groups)
Anggota kelompok ini bekerjasama untuk tujuan perundingan dan memufakatkan sasaran serta tuntutan bertentangan. Unjuk kerja (performance) kelompok ini diukur berdasarkan penerimaan jawaban atau penyelesaian para anggota kelompok.
1.1 Gejala dalam Proses Kelompok
Penjelasan
mengenai gejala yang timbul dalam proses kelompok dan proses interaksi antar
anggota kelompok, yaitu : (a) Fungsi sebagai penimbul gagasan baru dan
penyelesaian kreatif, (b) Mekanisme pemecahan masalah, dan (c) Pelancar pelaksanaan
keputusan majemuk. Ketiga hal tersebut menjadi dasar pandangan Leavitt (1988, dalam
Munandar, 2001) yang memberikan penjelasan tentang proses manajemen dapat
dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
a. Tahap
pemanduan (Pathfinding)
Pemanduan atau penemukenalan tujuan dengan penciptaan masalah-masalah yang menarik. Tahap ini berkaitan dengan visi dan nilai – nilai serta
pemantapan pribadi
berdasarkan data perusahaan dan lingkungan mengenai keyakinan yang benar, baik dan indah.
b. Tahap
Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah
dilakukan oleh kelompok kerja. Dalam
pekerjaan masalah harus ditemukan dan diseleksi untuk diselesaikan sendiri atau kelompok. Tahap ini dapat dilakukan melalui
tiga langkah, yaitu : 1. Data
masalah tidak lengkap, 2. Pemecahan
berdasarkan informasi terbatas untuk penyelesaiannya, 3. Sesuai dead line.
c. Tahap
Pelaksanaan (Implementing)
Tahap ini mencakup
kegiatan membentuk,
menyusun, menjual dan membuat sesuatu terjadi.
Fungsi
kelompok ikut menentukan kelancaran berlangsungnya proses kelompok disamping
ciri-ciri kepribadian para anggota kelompoknya. Dalam proses kelompok yang
antaranggota kelompok kerja saling berinteraksi dan kelompok melaksanakan
fungsinya dapat menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Konformisme
Anggota kelompok berusaha untuk berperilaku sesuai norma dan tidak berbeda dengan anggota lain
tanpa disadari sesuai pola perilaku tertentu dalam jangka waktu yang panjang.
b. Kelekatan
(cohesiveness)
Tinggi rendahnya kesepakatan anggota terhadap sasaran
kelompok serta derajat saling menerima anggota kelompok lainnya.
c. Sinergi
Keputusan yang diambil oleh kelompok lebih baik daripada keputusan yang diambil oleh anggota kelompok sendiri.
d. Groupthink
Satu gejala yang merupakan kelemahan dari kelompok yang terlalu lekat yang mengakibatkan kecakapan pengambilan keputusan mendadak berkurang.
e. Polarisasi
Kelompok (Group Polarization)
Penggeseran
keputusan menuju kearah yang ekstrim dengan resiko
keputusan yang sangat tinggi resikonya atau keputusan yang sangat rendah
derajat resikonya.
2. Interaksi Antar Kelompok
Perbedaan tugas, fungsi dan
kepentingan dalam kelompok kerja, maka akan menimbulkan konflik antar kelompok
yang merupakan sesuatu yang wajar untuk timbul sehingga memerlukan pengelolaan
dan pemanfaatan seluruh organisasi. Adapun dampak yang ditimbulkan akibat dua
kelompok yang bersaing, yaitu :
a. Saingan
atau Konflik Antar Kelompok
Setiap kelompok lebih menutup diri dan membangkitkan loyalitas yang lebih
besar serta anggota makin
akrab dan
melupakan pertentangan antar mereka.
b. Hal
yang Terjadi Antara Kelompok yang Bersaing
Setiap kelompok mengalami gangguan dalam persepsi, kelompok cenderung melihat hal baik dan mengingkari kelemahan kelompok sendiri
serta melihat hal
buruk
dan mengingkari kekuatan
kelompok lain.
c. Hal
yang Terjadi dengan Kelompok yang Menang
Pemenang cenderung ke kerjasama anggota dan perhatian terhadap kebutuhan anggotanya tinggi serta berkurangnya perhatian kepada pelaksanaan tugas dan
kerja.
d. Hal
yang Terjadi dengan Kelompok yang Kalah
Kelompok akan cenderung mengarah kepada kerjasama anggota yang rendah, perhatian terhadap kebutuhan anggotanya kecil, perhatian tinggi untuk memperbaiki diri, serta membalas
kekalahan dengan bekerja keras agar pada kesempatan lain menang.
2.1 Teknik-teknik Mengurangi Akibat
Negatif dari Saingan
Strategi dasar dari pengurangan
konflik yaitu untuk menemukan tujuan bersama dan melancarkan proses komunikasi antar
kelompok. Schein (1980, dalam Munandar, 2001) mengemukakan teknik-teknik untuk
mengatasi konflik yang antar teknik tersebut dapat digunakan sendiri atau
kombinasi antar teknik secara bersama-sama. Berikut teknik yang dikemukakan
oleh Schein (1980, dalam Munandar, 2001) :
a. Menemukn
Musuh Bersama
b. Pimpinan
atau Subkelompok dari Kelompok-kelompok yang Bersaing dibawa Berinteraksi
c. Menentukan
Tujuan yang Mencakup (Superordinate)
d. Pelatihan
Antar Kelompok melalui Penghayatatan-penghayatan (Experiental Inter Group Training)
2.2 Dimensi Intensi Menyelesaikan
Konflik
Intensi menyelesaikan konflik dapat
dikelompokkan kedalam lima cara yang diperoleh berdasarkan dua dimensi (Robbins,
1998 dari Thomas, 1992), yaitu sebagi berikut:
a. Bersaing (Competing) : Hasrat untuk memuaskan kepentingan sendiri
tanpa memperhatikan dampak terhadap pihak lawan konflik (assetiveness tinggi, cooperativeness rendah). Situasi ini dinamakan menang-kalah (win – lose).
b. Bekerjasama (Collaborating) : Masing-masing pihak yang berkonflik
memilki hasrat untuk memuaskan
kepentingan pihaknya (assertiveness dan cooperativeness tinggi). Situasi ini
dinamakan menang-menang (win – win).
c. Berkompromi
(Compromising) :
Masing - masing pihak yang berkonflik bersedia untuk mengorbankan sesuatu (assetiveness dan cooperativeness
sedang tingginya). Situasi ini dinamakan kalah-kalah (lose
– lose).
d. Menghindar (Avoiding) : Hasrat untuk mengundurkan diri dari situasi konflik dan tidak mau
bersengketa atau berkonflik
(assertiveness dan cooperativeness rendah).
e. Menyesuaikan (Accomodating) : Salah satu pihak yang berkonflik meletakkan kepentingan pihak lain lebih tinggi dari
kepentingannya (assertiveness rendah, cooperativeness tinggi).
Situasi ini dinamakan mengalah atau memenangkan pihak lawan.
2.3 Teknik Penyelesaian Konflik
Teknik
penyelesaian masalah yang dikemukakan oleh Robbins (1998) menitikberatkan pada
teknik penyelesaian masalah yang menggambarkan situasi menang-menang (win - win) dan tidak ada pihak dalam
persaingan yang menang. Selain teknik-teknik penyelesaian konflik diatas,
Robbins (1998) mengemukakan kembali teknik penyelesaian konflik yang lebih
bersifat situasi menang-menang (win - win).
a. Teknik
Problem Solving
b. Teknik
Pengadaan Sumber yang Lebih Banyak
c. Teknik
Pelunakan (Smoothing)
d. Teknik
Perintah Otoritatif
e. Teknik
Mengubah Variabel Manusia
f. Teknik
Mengubah Variabel Struktural
2.4 Membangun Tim yang Efektif (Effective Team Building)
Adapun aturan-aturan dalam membangun tim yang efektif
(effective team building), sebagai berikut :
a. Para
anggota sebaiknya menganggap partisipasi itu penting dan bermanfaat secara
pribadi.
b. Kelompok
seharusnya mencakup sejumlah orang yang akan bertanggung jawab melaksanakan keputusan - keputusannya.
c. Para
anggota sebaiknya memiliki pengetahuan dan informasi yang relevan dengan
keputusan yang
akan diambil.
d. Para
anggota sebaiknya memiliki kekuasaan yang memadai untuk melaksanakan tanggung jawab departemennya masing-masing.
e. Keputusan
kelompok besar sebaiknya diintegrasikan dengan keputusan kelompok-kelompok kecil.
f. Pengaruh
anggota terhadap pengambilan keputusan sebaiknya didasarkan atas keahlian.
g. Pertentangan
seharusnya dipertemukan dan diselesaikan dengan pendekatan pemecahan masalah.
h. Para
anggota sebaiknya memiliki kecakapan hubungan antar pribadi yang memadai.
Referensi
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan
Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).
Stephen P. Robbins. 2003. Essential of Organization
Behavior, 7 th Edition (Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall).
0 komentar:
Posting Komentar