Training Need Analysis
Dalam
dunia kerja tentunya kita sudah tidak asing lagi mendengar kata
pelatihan dan pengembangan. Pelatihan adalah suatu kegiatan yang direncanakan perusahaan/institusi
untuk memfasilitasi proses belajar karyawan untuk mencapai kompetensi dalam pekerjaannya (Noe, dalam Yuwono dkk, 2005). Sedangkan menurut Sikula (dalam
Munandar, 2001) pelatihan (training) adalah
proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan
terorganisir, sehingga tenaga kerja non-manajerial mempelajari pengetahuan dan
keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Sama halnya dengan perkembangan yang
merupakan proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur
sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja manajerial mempelajari
pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum (Sikula, dalam Munandar,
2001). Selain itu, pengembangan meliputi elemen dari pelajaran yang direncanakan, pengalaman dan
didukung oleh fasilitas coaching dan konseling (Armstrong, dalam Yuwono dkk, 2005).
Pelatihan
maupun pengembangan merupakan hal yang penting bagi perusahaan untuk meningkatkan
soft skill dan hard skill karyawan guna untuk masa depan perusahaan. Hal ini
tentunya memerlukan proses perencanaan program pelatihan atau pengembangan yang
baik agar hasil yang dicapai maksimal. Adapun tahap-tahap proses pelatihan atau
pengembangan yang harus dilakukan menurut Munandar (2001), yaitu :
1. Identifikasi
kebutuhan pelatihan atau job study
2. Penetapan
sasaran pelatihan/pengembangan
3. Penetapan
kriteria dengan alat-alat ukurnya
4. Penetapan
metode pelatihan/pengembangan
5. Percobaan
dan revisi
6. Implementasi
dan evaluasi
Tahap-tahap
proses program pelatihan dan pengembangan menurut Edwin A. Locke (2009), yaitu
:
1. Training Need Analysis
(TNA)
Training Need Analysis (TNA) adalah program
kegiatan dalam menganalisa kebutuhan pelatihan, baik dilakukan untuk individu
maupun kelompok (Munandar, 2001). Analisa
kebutuhan pelatihan (Training Need
Analysis) dapat menjadi fase yang paling penting pada desain pelatihan,
karena keberhasilannya tergantung pada kolaborasi yang intensif antara partnership dan stakeholder. Biaya dari partnership
ini adalah untuk memperjelas tujuan pelatihan, menerangi konteks organisasi,
mendefinisikan kinerja yang efektif dan trainer-nya,
dan menumbuhkan iklim belajar. Kegiatan penting yang dilakukan selama fase Training Need Analysis (TNA) menurut
Edwin A. Locke (2009), yaitu :
a. Conducting training due diligence
(melakukan pelatihan kerajinan yang
tepat)
b. Defining performance functions and
processes (mendefinisikan fungsi kinerja serta prosesnya)
c. Defining affective and cognitive
states (mendefinisikan afektif dan bagian-bagian kognitif)
d. Defining an attribute model
(mendefinisikan model atribut)
e. Delineating learning objectives
(menggambarkan tujuan pembelajaran)
2. Develop Training Content (mengembangkan
konten pelatihan)
Tahap merancang solusi pelatihan yang melibatkan serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mendukung pengembangan konten (isi) pelatihan. Yang
termasuk kedalam tahap ini yaitu :
(a) Designing a learning architecture (merancang
kerangka pembelajaran)
(b) Creating
instructional experiences (menciptakan
pengalaman pembelajaran)
(c) Developing assessment tools
(mengembangkan alat penilaian)
3. Implement Training
(mengaplikasikan program pelatihan)
Tahap ini merupakan
tahap penting karen implementasi adalah kunci dalam
proses pelatihan. Tahap ini terikat erat dengan sistem organisasi di mana
pelatihan dilakukan. Lebih khusus lagi, ada tiga kegiatan utama yang terkait
dengan pelaksanaan pelatihan, yaitu :
a.
Setting the stage for learning (menetapkan
lokasi untuk belajar)
b. Delivering a blended
learning solution (memberikan solusi paduan
pembelajaran)
c. Supporting transfer and
maintenance (mendukung pengalihan dan
pemeliharaan)
4. Evaluating Training
(evaluasi Pelatihan)
Tahap
terakhir dalam merancang pelatihan yang sistematis dan melibatkan evaluasi
apakah pelatihan itu efektif dan yang lebih penting mengapa hal itu efektif
atau tidak efektif sehingga perbaikan diperlukan sebuah perbaikan. Sayangnya,
banyak organisasi tidak mengevaluasi efektivitas pelatihan karena evaluasi membutuhkan
dana yang besar. Hal ini juga membutuhkan keahlian khusus dan orang-orang yang
dapat mengumpulkan dan menafsirkan data dari kinerja karyawan. Oleh karena itu,
sangat penting bagi sebuah organisasi untuk menilai efektivitas pelatihan dan
menggunakan informasi yang dikumpulkan sebagai sarana untuk memperbaiki desain
pelatihan guna kebutuhan dimasa yang akan datang.
Referensi
Ino Yuwono, Fendy Suhariadi, Seger Handoyo,
Fajrianthi, Budi Setiawan Muhamad, Berlian Gressy Septarini, 2005. Psikologi
Industri & Organisasi. Surabaya:
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Locke,
E. (Ed.). (2009). Handbook of principles
of organizational behavior: Indispensable knowledge for evidence-based
management. John Wiley & Sons.
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan
Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press)