This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 19 Mei 2017

Dinas Psikologi TNI Angkatan Udara (DISPSI AU)

Company Visit : Dinas Psikologi TNI Angkatan Udara (DISPSI AU)



Sejarah DISPSI AU

Dinas Psikologi Angkatan Udara (DISPSI AU) dibentuk dari titik tolak bahwa dibutuhkannya ilmu psikologi di angkatan udara. Ilmu psikologi dalam ruang lingkup TNI dimulai dari berdirinya pusat Psikoteknik tentara di TNI Angkatan Udara, kemudian pada 1 Agustus 1951 DISPSI AU resmi dibentuk. Status yang dimiliki DISPSI AU mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun ke tahun, yaitu menjadi pusat psikologi pada 1966 dan menjadi jawatan psikologi pada tahun 1968, kemudian kembali menjadi DISPSI AU pada tahun 1976.

Ketika terjadi reorganisasi ABRI pada 12 Maret 1985 DISPSI AU statusnya diturunkan menjadi pelaksana teknis dibawah Direktorat Kesehatan TNI AU menjadi lembaga Psikologi TNI AU (Lapsiau). Pada tanggal 15 april 2003 status Lapsiau kembali ditingkatkan menjadi Dinas Psikologi Sebagai Badan Pelaksana Pusat (Balakpus) Mabesau hingga saat ini.

DIVISI DISPSI AU

Divisi-divisi yang dimiliki oleh DISPSI AU, yaitu :
1.      Sub dinas Psikologi Penerbangan
Sub dinas (subdis) psikologi penerbangan, yaitu divisi yang di dalamnya terjadi proses selklasev (seleksi, klasifikasi dan evaluasi). Adapun tugas dan fungsinya yaitu :
a.       Menyeleksi calon-calon penerbang khususnya yang berasal dari lulusan Akademi Angkata Udara
b.      Memberikan dukungan kegiatan pendidikan bagu penerbang seperti counseling, training dan splitting.
c.       Memberikan dukungan secara psikologis bagi para penerbang (flying psychologist) seperti ceramah, konsultasi dan pelatihan.

2.      Sub dinas Psikologi Personel
Subdis ini berkaitan dengan personel TNI AU. Dalam subdis ini terdapat juga proses seleksi untuk calon-calon TNI AU. Selain itu, di dalam subdis ini terdapat flying psychologist yang membrikan kegiatan berupa ceramah, konsultasi, dan pelatihan terhadap TNI AU. Adapun tugas dan fungsinya yaitu :
a.       Melakukan penelitian tentang alat tes kecerdasan emosi untuk anggota dan calon anggota TNI AU. Test kecerdasan emosi ini dilakukan terhadap anggota TNI AU dari tingkat PA, PK dan TNI serta dari berbagai CORPS di 5 LANUD (PBR, ADI S, HND, ABD, ATS).
b.      Memberikan ceramah dan konseling terhadap anggota TNI AU beserta keluarga.
c.       Melakukan seleksi calon prajurit atau karir perwira serta melakukan klasifikasi terhadap penjurusan TNI AU.
d.      Melakukan konsultasi terhadap keluarga serta mengenai minat bakat anggota TNI AU. Selain itu juga memberikan konsultasi untuk anggota TNI AU yang mengalami gangguan psikologis seperti stress kerja dan sebagainya.
e.       Melakukan administrasi pemeriksaan psikologi. Kegiatan ini merupakan serangkaian kegiatan RIKPSI yang dimulai dari permintaan penggunaan jasa psikologi kepada DISPSI AU untuk mendapatkan hasil yang sesuai kebutuhan user. Adapun administrasi pemeriksaan psikologi dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:
·         Persiapan
·         Pelaksanaan
·         Pelaporan
·         Pengamanan
·         Pengakhiran

3.      Sub dinas Psikologi Pendidikan
Subdis ini melakukan pemeriksaan psikologi dan melakukan pelatihan melalui tes lapangan (field test). Adapun tugas dan fungsinya yaitu :
·         Memberikan dukungan psikologis.
·         Memberikan test dan pelatihan serta proses seleksi, klasifikasi dan evaluasi (SELKLASEV).
·         Melakukan proses pelatihan yang dilakukan dalam 2 bentuk, yaitu pelatihan lapangan seperti outbound serta pengenalan dan pengembangan potensi manajemen.
·         Memberikan konsultasi pengajaran yang hasilnya akan diberikan kepada instrukstur untuk dijadikan acuan dalam memberikan pelajaran.

4.      Sub dinas Laboratorium
Subis ini merupakn tempat dimana terdapat alat-alat tes yang digunakan untuk melakukan seleksi terhadap para calon TNI AU. Hal ini dilakukan dengan perkembangan IT yang semakin pesat sehingga membutuhkan pemanfaatan untuk pemeriksaan psikologis. DISPSI AU memiliki kelebihan dalam hal alat tes yaitu sudah menggunakan Computer Assesisted Test (CAT) atau tes berbasis komputer. Tes ini digunakan untuk membantu proses seleksi, klasifikasi calon penerbang, ATC, flight engineer dan SDM lainnya. CAT yang digunakan oleh dispsi ada dua macam yaitu CAT-4 DLR dan CAT-mp, yang keduanya digunakan untuk tes petugas khusus. 

Budaya Organisasi DISPSI AU

Budaya organisasi merupakan cara-cara berpikir, berperasaan serta bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi (Munandar, 2001). Berkaitan dengan budaya organisasi, DISPSI AU memiliki budaya organisasi tertentu yang berbentuk hirarkis dan disiplin. Budaya organisasi tersebut kental sekali dengan budaya tentara yang ortoriter. Hirarki yang dimaksud disini adalah seperti adanya atasan-bawahan (letnan, kolonel, capten, dll) serta patuh terhadap perintah ataasn. Budaya organisasi disiplin dalam DISPSI AU terlihat dalam budaya perilaku disiplin untuk setiap kegiatan yang mereka lakukan seperti kegiatan apel pagi, siang dan malam untuk kesiapan kegiatan. Secara singkat budaya organisasi DISPSI AU, yaitu :
·         Sapta marga (sumpah prajurit)
·         Perintah harian KASAU
·         Disiplin dalam apel pagi, siang, dan sore untuk memeriksa anggota yang siap bertugas setiap harinya
·         Hormat kepada senior dan junior

REFERENSI

Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).

Jumat, 12 Mei 2017

Coaching, Counseling and Mentoring (CCM)

Coaching, Counseling and Mentoring

Coaching
Coaching merupakan proses memberikan panduan dan umpan balik untuk menolong orang lain dalam meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan juga menyelesaikan pekerjaan atau masalah (Aprianto & Jacob, 2014). Selain itu, coaching merupakan proses membuka kunci potensi pada diri seorang individu untuk memaksimalkan kinerjanya. Ia lebih merupakan proses membantu seseorang belajar dengan dalih mengajarinya (Gallwey dalam Yuliawan, 2011). Coaching dapat digunakan dalam menangani perilaku (behavior), sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge) serta juga dapat difokuskan pada peningkatan spiritual dan fisik karyawan (Neupane, 2015).
Coaching dilakukan ketika peserta sudah memiliki pemahaman yang hampir sama dalam memahami tugasnya namun tidak mengerti cara menyelesaikan tugasnya. Dalam hal ini seorang pelatih (coach) sangat dibutuhkan untuk membantu para peserta dalam belajar cara menyelesaikan pekerjaan, namun bukan mengajarinya (Aprianto & Jacob, 2014). Pelatih (coach) akan mengarahkan setiap peserta untuk dapat lebih mengungkapkan pemikiran-pemikiran kreatifnya sehingga pribadi peserta dapat maksimal dan berkembang dengan baik dalam menyelesaikan suatu permasalahan dari segi kemandiriannya (Munthe, 2015).
Keith E. Webb (dalam Munthe, 2015) yang merupakan seorang pakar coaching menciptakan proses coaching yang populer yaitu “The Coach Model”. Proses coaching ini menggunakan sebuah tahapan dalam membantu melakukan coaching terhadap target peserta coaching. Adapun proses tahapan tersebut sebagai berikut :

1.      C: Connect (menjalin hubungan). Tahap ini adalah untuk menjalin hubungan dengan coachee dan membangun kepercayaan.
2.      O: Outcome (sasaran percakapan). Mencari tau hal yang menjadi topik penting bagi coachee dan menetapkan agenda coachee untuk percakapan yang akan dilakukan.
3.      A: Awarness (membangkitkan kesadaran). Manajer akan mengajukan pertanyaan dan akan mendengar secara aktif.
4.      C: Course (langkah-langkah tindakan). Tahap ini mencoba untuk menangkap pemahaman dan pemikiran lalu menerjemahkannnya sebagai tindakan-tindakan yang akan dilakukan.
5.      H: Highlights (menelaah kembali pembelajaran). Pada tahap ini manajer sebagai coach akan meminta coachee untuk mengulas kembali apa yang telah dipelajari, pemahaman yang didapat, dan hal yang berguna.

Counseling
Counseling merupakan suatu proses dimana konselor membantu konseli dalam membuat interpretasi-interpretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuat (Ariyani, 2013). Counseling dapat dilakukan dengan melakukan wawancara kepada karyawan tentang kebutuhan–kebutuhan yang diperlukan oleh karyawan tersebut, dimana salah satu tujuan pentingnya adalah untuk menyampaikan kepada karyawan agar dapat menerima sebagian tanggung jawab untuk mengembangkan diri mereka sendiri, mengembangkan karir dan kesehatan mental karyawan supaya karyawan merasa nyaman dengan dirinya dan lingkungannya, memiliki pandangan objektif dan positif terhadap orang lain, sehingga mampu memenuhi kebutuhannya (Ariyani, 2013).
Adapun tipe-tipe konseling menurut Aryani (2013) terbagi menjadi 3 tipe, yaitu:
1.      Directive conseling. Proses mendengarkan masalah-masalah emosional karyawan, memutuskan dengan karyawan apa yang seharusnya dilakukan, dan kemudian memberitahukan dan memotivasi karyawan untuk melaksanakan hal itu.
2.      Nondirective conseling (client-centered conseling). Suatu proses mendengarkan secara penuh perhatian dan mendorong karyawan untuk menjelaskan masalah-masalah yang menyusahkan mereka, memahaminya dan menentukan penyelesaian-penyelesaian yang tepat.
3.      Cooperative conseling. hubungan timbal balik antara pembimbing dan karyawan untuk membantu pemecahan  masalah-masalah karyawan.
Adapun tahapan proses konseling menurut Miharja (2010), diantaranya :
1.      Membentuk kesiapan untuk konseling
Hal-hal yang berkenaan dengan kesiapan konseling terutama yang berhubungan dengan klien adalah:
(1)   Motivasi klien untuk memperoleh bantuan
(2)   Pengetahuan klien tentang konseling
(3)   Kecakapan intelektual
(4)   Tingkat tilikan terhadap masalah dan dari dirinya sendiri
(5)   Harapan-harapan terhadap peran konselor
(6)   Sistem pertahanan diri
2.      Memperoleh riwayat kasus
Suatu kumpulan fakta yang sistematis tentang kehidupan klien di masa sekarang dan masa lalu. Melakukan identifikasi terhadap masalah-masalah yang dihadapi klien.
3.      Evaluasi psikodiagnostik
Penggunaan tes psikodiagnostik dalam konseling berfungsi untuk :
(1)   Menyeleksi data yang diperlukan bagi konseling
(2)   Meramalkan keberhasilan konseling
(3)   Memperoleh informasi yang lebih terinci
(4)   Merumuskan diagnostik yang lebih tepat.
Counseling dan coaching memiliki beberapa perbedaan, counseling berkaitan dengan afektif seperti motivasi yang rendah dapat ditingkatkan dengan melakukan counseling. Sedangkan coaching berkaitan dengan kognitif seperti pengambilan keputusan serta coaching lebih terkait dengan skill.

Mentoring
Mentoring didefinisikan sebagai hubungan profesional dimana individu berpengalaman yang disebut mentor membantu orang lain yang disebut mentee dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tertentu yang dapat meningkatkan pertumbuhan pribadi dan profesional bagi orang-orang yang kurang berpengalaman (Pertin, dalam Neupane, 2015). Sedangkan menurut Hall dan Duval (dalam Yuliawan, 2011) mentor adalah seseorang yang memiliki otoritas lebih tinggi daripada klien, sebab mereka memang memiliki keahlian dan pengalaman yang tidak dimiliki oleh klien. Mentoring juga dapat menjadi sebuah jenis dukungan seseorang orang kepada orang lain dalam hubungan individu yang dihasilkannya melalui kontak reguler selama periode waktu tertentu (Neupane, 2015).
Coaching dan mentoring jika dilihat secara sekilas hampir memiliki kesamaan dan tidak ada perbedaan yang mencolok dari keduanya. Namun, coaching dan mentoring memiliki tujuan yang hampir sama yaitu untuk meningkatkan kemampuan atau kompetensi seseorang, sedangkan yang membedakannya pada pemahaman target atau pesertanya, jika coaching individu atau klien telah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai di bidangnya sehingga pelatihnya hanya memfasilitasi belajar saja. Sedangkan mentoring, individu atau klien belum memiliki pengetahuan atau informasi mengenai pembelajaran (Yuliawan, 2011).

Referensi
Aprianto, B., & Jacob, F, A. (2014). Pedoman lengkap soft skills kunci sukses dalam karier, Bisnis, dan kehidupan pribadi. Jakarta: Penerbit PPM.

Ariyani, R, M. (2013). Peran konseling dalam meningkatkan kinerja karyawan. Jurnal Ekonomi, 1, 3.

Miharja. (2010). Teknik konseling diakses pada tanggal 12 mei 2017 https://www.scribd.com/doc/37922005/Buku-Bahan-Ajar-Teknik-Konseling

Munthe, R, G. (2015). Menerapkan coaching sebagai gaya kepemimpinan masa kini. Jurnal Manajemen, 14, 2.

Neupane, R. (2015). Effects of coaching and mentoring on employee performance in the UK hotel indutri. International Journal of Social Sciences and Management, 2(2), 123-138.


Yuliawan, T. P. (2016). Coaching Psychology: sebuah Pengantar. Buletin Psikologi, 19(2).